“PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH”
Disusun
Oleh :
Kelompok 3
Dina
Fitri Pratiwi ( 22216074 )
Lany
Puspitasari ( 23216995 )
Mega
Pratiwi ( 24216343 )
Ninda
Ariza ( 25216435 )
Rien
Ugih Pangestu ( 26216361 )
Sarah
Julianti ( 26216838 )
KELAS 1EB22
MATA KULIAH : PEREKONOMIAN
INDONESIA
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
DOSEN : ANTONI
KATA PENGANTAR
Segala puji
dan syukur hanyalah milik Allah SWT yang
telah memberikan rahmat taufik hidayahnya & melimpahkan ilmu, Shalawat
serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SWT
besertakeluarganya.
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi pembelajaran mata kuliah Perekonomian
Indonesia di Universitas Gunadarma Progam
Studi Akuntansi.
Dalam
memenuhi persyaratan tersebut penulis mencoba membuat makalah yang
berjudul Dasar Pemasaran dan membahas
tentang “Pembangunan Ekonomi Daerah”.
Dalam
penyusunan makalah ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan sebab pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis
terbatas, cukup banyak tantangan dan hambatan yang penulis temukan dalam
menyusun makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Bekasi, Juni
2017
Penulis
DAFTAR ISI
COVER HALAMAN 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB
I PENDAHULUAN
Latar
Belakang 4
Rumusan
Masalah 5
Tujuan
Penulisan 5
Manfaat
Penulisan 5
BAB
II ISI
Pembangunan
Ekonomi Daerah dan Otonomi-
Daerah
Provinsi Jawa Timur 2014 6
Faktor-faktor
Penyebab Ketimpangan Pembangunan Daerah 7
Pembangunan
Indonesia Bagian Timur 9
Teori
dan Analisi Pembangunan Ekonomi Daerah 10
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan 11
DAFTAR PUSTAKA 12
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Dengan berlakunya Undang-undang
Nomor 23 tahun 2004 tentang perubahan atas UU Nomor 22 tahun 1999 tentang
Otonomi daerah, maka terjadi pula pergeseran dalam pembangunan ekonomi yang
tadinya bersifat sentralisasi (terpusat), sekarang mengarah kepada desentralisasi
yaitu dengan memberikan keleluasaan kepada daerah untuk membangun wilayahnya
termasuk pembangunan dalam bidang ekonominya.
Dasar konseptual pembangunan daerah
umumnya tidak dijelaskan secara eksplisit. Pengertiannya lebih bermakna praktis
(utilitarian), di mana pembangunan daerah di anggap mampu secara efektif
menghadapi permasalahan pembangunan di daerah. Pembangunan daerah melalui
mekanisme pengambilan keputusan otonomi diyakini mampu merespons permasalahan
aktual yang akan sering muncul dalam keadaan masih tingginya intensitas alokasi
sumber daya alam dalam pembangunan. Otonomi dalam administrasi pembangunan ini
dirasakan makin relevan sejalan dengan keragaman sosial dan ekologi (bio-social
diversity) pada suatu wilayah.
Pengertian dan penerapan pembangunan
daerah umumnya dikaitkan dengan kebijakan ekonomi atau keputusan politik yang
berhubungan dengan alokasi secara spasial dari kebijakan pembangunan nasional
secara keseluruhan. Dengan demikian, kesepakatan-kesepakatan nasional
menyangkut sistem politik dan pemerintahan, atau aturan mendasar lainnya,
sangat menentukan pengertian dari pembangunan daerah. Atas dasar alasan itulah
pandangan terhadap pembangunan daerah dari setiap negara akan sangat beragam.
Singapura, Brunei, atau negara yang
berukuran kecil sangat mungkin tidak
mengenal istilah pembangunan daerah. Sebaliknya bagi negara besar, seperti Indonesia atau Amerika
Serikat perlu menetapkan definisi-definisi pembangunan daerah yang rinci untuk
mengimplementasikan pembangunannya.
Dasar hukum penyelenggaraan
pembangunan daerah bersumber dari Undang-Undang Dasar (UUD) Negara RI 1945 Bab
VI pasal 18. Hingga saat ini, implementasi formal pasal tersebut terdiri tiga
kali momentum penting, yaitu UU No 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
di Daerah dan UU No 22 Tahun 1999 serta UU No 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Sebelum tahun 1974, bukan saja pembangunan daerah,
pembangunan nasional juga diakui belum didefinisikan dan direncanakan secara
baik. Implementasi pembangunan daerah berdasar UU No 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, terbukti sangat mendukung keberhasilan
pembangunan nasional hingga Pelita VI tetapi juga mampu secara langsung
melegitimasi kepemimpinan Presiden Suharto. Sementara UU No 22 Tahun 1999 yang
diperbaiki dengan UU No 32 Tahun 2004 lebih merupakan koreksi-koreksi
sistematis disebabkan oleh permasalahan struktural (sistemik) maupun dalam hal
implementasi. Maka dari itu kami mencoba membuat suatu pemaparan mengenai
pembangunan daerah dalam sebuah makalah yang berjudul “ Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah ”.
Rumusan Masalah
-
Mendeskripsikan
pembangunan ekonomi daerah dan otonomi daerah provinsi jawa timur 2014
-
Apa
faktor-faktor ketimpangan pembangunan
otonomi daerah ?
-
Bagaimana pembangunan Indonesia bagian timur ?
-
Bagaimana
teori dan analisis pembangunan ekonomi daerah ?
Tujuan Penulisan
-
Mengetahui
pembangunan ekonomi daerah dan otonomi daerah provinsi jawa timur 2014
-
Mengetahui
factor-faktor ketimpangan pembangunan
otonomi daerah
-
Mengetahui pembangunan Indonesia bagian timur
-
Mengetahui
teori dan analisis pembangunan ekonomi daerah
Manfaat Penulisan
Adapun
manfaat penulisan dari makalah ini yakni sebagai acuan referensi dan bahan
untuk belajar bagi rekan-rekan mahasiswa atau siapapun, serta untuk memperluas
wawasan dan pengetahuan para pembaca tentang pembangunan otonomi daerah.
BAB II
ISI
PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN
OTONOMI DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR 2014
Pertumbuhan Ekonomi (PE) adalah ukuran
keberhasilan yang umum digunakan; makin tinggi pertumbuhan ekonomi baik kinerja
pembangunan suatu kabupaten/kota. Menurut data BPS pertumbuhan ekonomi
Indonesia tahun 2014 adalah 5,02% turun dari tahun 2013 yang mencapai 5,58%.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur adalah 5,86%, masih lebih tinggi dari Nasional,
tapi tetap lebih rendah dari capaian tahun 2013, yang mencapai 6,08%. Bagaimana
dengan Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang berjumlah 38? Akan dibahas dalam
kajian ini.
Kajian pertumbuhan ekonomi Jawa Timur akan mengunakan
pendekatan yang sedikit berbeda, yaitu melalui pembobotan tertimbang Rata-rata
3 tahun terakhir (2012-2014) dengan capaian tahun 2014 dibandingkan tahun 2013.
Rata-rata 3 tahun terakhir mendapat bobot 75%, sedangkan capaian (selisih)
tahun 2014 terhadap tahun 2013 mendapat bobot 25%.
Dengan cara pehitungan tersebut diperoleh hasil bahwa
Kota Batu mendapatkan peringkat #1 dengan nilai
relatif 34 atau naik dari posisi #4 tahun 2013. Pertumbuhan ekonomi rata-rata
Kota Batu tiga tahun terakhir adalah 7,16% (peringkat #3, dengan nilai 36),
capaian tahun 2014 adalah -0,35% (peringkat 13, nilai 26). Jika digabungkan hasilnya
adalah (0,75)x(36)+(0,25)x(26) = 34.
Peringkat #2 ditempati oleh
Kabupaten Pasuruan dengan nilai 33, jika dibandingkan dengan tahun
2013 naik pesat dari posisi #12. Menyusul di posisi #3 adalah Kabupaten
Mojokerto dengan nilai 31, naik dari peringkat #16 di tahun 2013.
Berikutnya adalah Kabupaten Gresik di peringkat #4
dengan nilai 30, turun dari peringkat #2 tahun 2013. Terakhir, di posisi
#5 adalah Kota Surabaya. Tahun 2013, Kota Surabaya
masih berada di posisi #1.
Yang tidak lagi masuk di 5 besar adalah Kabupaten Madiun dan
Kabupaten Bojonegoro. Kabupaten Madiun tahun 2013 ada di peringkat #3, sekarang
turun ke posisi #7. Sedangkan Kabupaten Bojonegoro turun dari peringkat #5 ke
posisi #9. Jika diperhatikan lebih jauh, tahun 2014 semua Kabupaten/Kota di
Jawa Timur mengalami perlambatan pertumbuhkan ekonomi, kecuali Kabupaten
Ponorogo, Kabupaten Malang, Kabupaten Jember dan Kota Kediri. Ini berarti
secara umum, Kabupaten/Kota di Jawa Timur mengikuti tren yang terjadi secara
nasional dan regional Jawa Timur. Ke-4 Kabupaten/Kota tersebut adalah
perkecualian. Yang menarik adalah ke-4 Kabupaten/Kota tersebut mengalami
kenaikan peringkat dari tahun 2013 ke tahun 2014. Sebagai contoh peringkat
Kabupaten Malang naik dari posisi #22 ke posisi #12. Ini artinya, capaian tahun
2014 yang sangat menonjol dari ke-4 Kabupaten/Kota ini berkontribusi pada
perbaikan peringkat.
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETIMPANGAN PEMBANGUNAN
DAERAH
Menurut Sjafrizal Beberapa faktor utama yang
menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan daerah antar wilayah menurut
Sjafrizal yaitu :
1.
Perbedaan
kandungan sumber daya alam
Perbedaan kandungan sumber daya alam akan mempengaruhi
kegiatan produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya
alam cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya
relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber
daya alam lebih rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah
bersangkutan menjadi lebih cepat. Sedangkan daerah lain yang mempunyai
kandungan sumber daya alam lebih kecil hanya akan dapat memproduksi
barang-barang dengan biaya produksi lebih tinggi sehingga daya saingnya menjadi
lemah. Kondisi tersebut menyebabkan daerah bersangkutan cenderung mempunyai
pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.
2.
Perbedaan
kondisi demografis
Perbedaan kondisi demografis meliputi perbedaan tingkat
pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan
kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku
dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan.
Kondisi demografis akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat
setempat. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai
produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong
peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan
kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.
3.
Kurang
lancarnya mobilitas barang dan jasa
Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan
antar daerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau
migrasi spontan. Alasannya adalah apabila mobilitas kurang lancar maka
kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat di jual ke daerah lain yang
membutuhkan. Akibatnya adalah ketimpangan pembangunan antar wilayah akan
cenderung tinggi, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses
pembangunannya.
4.
Konsentrasi
kegiatan ekonomi wilayah
Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada suatu
daerah dimana konsentrasi kegiatan ekonominya cukup besar. Kondisi inilah yang
selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan
penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat.
5.
Alokasi
dana pembangunan antar wilayah
Alokasi dana ini bisa berasal dari pemerintah maupun swasta.
Pada sistem pemerintahan otonomi maka dana pemerintah akan lebih banyak
dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan
cenderung lebih rendah. Untuk investasi swasta lebih banyak ditentukan oleh
kekuatan pasar. Dimana keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah
merupakan kekuatan yang berperan banyak dalam menark investasi swasta.
Keuntungan lokasi ditentukan oleh biaya transpor baik bahan baku dan hasil
produksi yang harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi
pasar, tingkat persaingan usaha dan sewa tanah. Oleh karena itu investai akan
cenderung lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan.
PEMBANGUNAN INDONESIA BAGIAN TIMUR
Hasil pembangunan ekonomi nasional
selama pemerintahan orde baru menunjukkan bahwa walaupun secara nasional laju
pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata per tahun tinggi namun pada tingkat
regional proses pembangunan selama itu telah menimbulkan suatu ketidak
seimbangan pembangunan yang menyolok antara indonesia bagian barat dan
indonesia bagian timur. Dalam berbagai aspek pembangunan ekonomi dan sosial,
indonesia bagian timur jauh tertinggal dibandingkan indonesia bagian barat.
Tahun 2001 merupakan tahun pertama pelaksanaan otonomi
daerah yang dilakukan secara serentak diseluruh wilayah indonesia. Pelaksanaan
otonomi daerah diharapakan dapat menjadi suatu langkah awal yang dapat
mendorong proses pembangunan ekonomi di indonesia bagian timur yang jauh lebih
baik dibanding pada masa orde baru. Hanya saja keberhasilan pembangunan ekonomi
indonesia bagian timur sangat ditentukan oleh kondisi internal yang ada, yakni
berupa sejumlah keunggunlan atau kekeuatan dan kelemahan yang dimiliki wilayah
tersebut. Keunggulan wilayah Indonesia Bagian Timur Keunggulan atau
kekeuatan yang dimiliki Indonesia bagian timur adalah sebagai berikut:
1.
Kekayaan sumber daya alam
2.
Posisi geografis yang strategis
3.
Potensi lahan pertanian yang cukup luas
4.
Potensi sumber daya manusia
Sebenarnya dengan keunggulan-keunggulan yang dimiliki
indonesia bagian timur tersebut, kawasan ini sudah lama harus menjadi suatu
wilayah di Indonesia dimana masyarakatnya makmur dan memiliki sektor pertanian,
sektor pertambangan, dan sektor industri manufaktur yang sangat kuat. Namun
selama ini kekayaan tersebut disatu pihak tidak digunakan secara optimal dan
dipihak lain kekayaan tersebut dieksploitasi oleh pihak luar yang tidak memberi
keuntungan ekonomi yang berarti bagi indonesia bagian timur itu sendiri.
Kelemahan
Wilayah Indonesia Bagian Timur
Indonesia bagian tinur juga memiliki bagian kelemahan yang
membutuhkan sejumlah tindakan pembenahan dan perbaikan. Kalau tidak,
kelemahan-kelemahan tersebut akan menciptakan ancaman bagi kelangsungan
pembangunan ekonomi di kawasan tersebut. Kelemahan yang dimiliki Indonesia
bagian timur diantaranya adalah:
1.
Kualitas sumber daya manuasia yang masih rendah
2.
Keterbatasan sarana infrastruktur
3.
Kapasitas kelembagaan pemerintah dan publik masih lemah
4.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan masih rendah
Tantangan
dan Peluang
Pembanguanan ekonomi di Indonesia bagian timur juga
menghadapai berbagai macam tantangan, yang apabila dapat diantisipasi dengan
persiapan yang baik bisa berubah menjadi peluang besar. Salah satu peluang
besar yang akan muncul di masa mendatang adalah akibat liberalisasi perdagangan
dan investasi dunia (paling cepat adalah era AFTA tahun 2003). Liberalisasi ini
akan membuka peluang bagi IBT, seperti juga IBB, untuk mengembangkan aktivitas
ekonomi dan perdagangna yang ada di daerahnya masing- masing.
TEORI DAN ANALISS PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
Ada beberapa teori yang menerangkan
tentang pembangunan daerah yaitu:
1.
Teori
Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penetu utama
pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan
barang dan jasa dari luar daerah. Proses produksi di sektor industri di suatu
daerah yang menggunakan sumber daya produksi(SDP) lokal, termasuk tenaga kerja
dan bahan baku, dan output-nya diekspor menghasilkan pertumbuhan ekonomi,
peningkatan pendapatan perkapita, dan menciptakan peluang kerja di daerah
tersebut.
2.
Teori
Lokasi
Teori lokasi juga sering digunakan untuk penentuan atau
pengembangan kawasan industri di suatu daerah. Inti pemikiran teori ini
didasarkan pada sifat rasional pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari
keuntungan setinggi mungkin dengan biaya serendah mungkin. Oleh karena itu,
pengusaha akan memilih lokasi usaha yang memaksimumkan keuntungannya dan
meminimalisasikan biaya usaha/produksinya, yakni lokasi yang dekat dengan
tempat bahan baku dan pasar.
3.
Teori
Daya Tarik Industri
Menurut Kotler dkk. (1997), ada
beberapa faktor penentu pembangunan industri di suatu daerah, yang terdiri atas
faktor-faktor daya tarik industri dan faktor-faktor daya saing daerah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Didalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintaah Daerah
memerlukan perencanaan yang akurat serta diharapkan dapat melakukan evaluasi
terhadap pembangunan yang dilakukannya. Seiring dengan semakin pesatnya
pembangunan bidang ekonomi, maka terjadi peningkatan permintaan data dan
indikator-indikator yang menghendaki ketersediaan data sampai tingkat Kabupaten/Kota.
Data dan indikator-indikator pembangunan yang diperlukan adalah yang sesuai
dengan perencanaan yang telah ditetapkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar