Rabu, 02 Agustus 2017

Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah



PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH



   Disusun Oleh :
Kelompok 3
Dina Fitri Pratiwi ( 22216074 )
Lany Puspitasari ( 23216995 )
Mega Pratiwi ( 24216343 )
Ninda Ariza ( 25216435 )
Rien Ugih Pangestu ( 26216361 )
Sarah Julianti ( 26216838 )

KELAS 1EB22
MATA KULIAH : PEREKONOMIAN INDONESIA
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
DOSEN : ANTONI






KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT yang telah memberikan rahmat taufik hidayahnya & melimpahkan ilmu, Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SWT besertakeluarganya.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi pembelajaran mata kuliah Perekonomian Indonesia di Universitas Gunadarma Progam Studi Akuntansi.
Dalam memenuhi persyaratan tersebut penulis mencoba membuat makalah yang berjudul  Dasar Pemasaran dan membahas tentang “Pembangunan Ekonomi Daerah”.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sebab pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis terbatas, cukup banyak tantangan dan hambatan yang penulis temukan dalam menyusun makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.


Bekasi, Juni 2017

           
                                                                                                                                                Penulis





DAFTAR ISI
COVER HALAMAN                                                                                                                  1
KATA PENGANTAR                                                                                                                  2
DAFTAR ISI                                                                                                                                3
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang                                                                                                                  4
Rumusan Masalah                                                                                                             5
Tujuan Penulisan                                                                                                               5
Manfaat Penulisan                                                                                                             5
BAB II ISI
Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi-
Daerah Provinsi Jawa Timur 2014                                                                                    6
Faktor-faktor Penyebab Ketimpangan Pembangunan Daerah                                          7
Pembangunan Indonesia Bagian Timur                                                                            9
Teori dan Analisi Pembangunan Ekonomi Daerah                                                          10
BAB III PENUTUP                                                                                                             
Kesimpulan                                                                                                                       11
DAFTAR PUSTAKA                                                                                                                  12







BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang perubahan atas UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi daerah, maka terjadi pula pergeseran dalam pembangunan ekonomi yang tadinya bersifat sentralisasi (terpusat), sekarang mengarah kepada desentralisasi yaitu dengan memberikan keleluasaan kepada daerah untuk membangun wilayahnya termasuk pembangunan dalam bidang ekonominya.
Dasar konseptual pembangunan daerah umumnya tidak dijelaskan secara eksplisit. Pengertiannya lebih bermakna praktis (utilitarian), di mana pembangunan daerah di anggap mampu secara efektif menghadapi permasalahan pembangunan di daerah. Pembangunan daerah melalui mekanisme pengambilan keputusan otonomi diyakini mampu merespons permasalahan aktual yang akan sering muncul dalam keadaan masih tingginya intensitas alokasi sumber daya alam dalam pembangunan. Otonomi dalam administrasi pembangunan ini dirasakan makin relevan sejalan dengan keragaman sosial dan ekologi (bio-social diversity) pada suatu wilayah.
Pengertian dan penerapan pembangunan daerah umumnya dikaitkan dengan kebijakan ekonomi atau keputusan politik yang berhubungan dengan alokasi secara spasial dari kebijakan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dengan demikian, kesepakatan-kesepakatan nasional menyangkut sistem politik dan pemerintahan, atau aturan mendasar lainnya, sangat menentukan pengertian dari pembangunan daerah. Atas dasar alasan itulah pandangan terhadap pembangunan daerah dari setiap negara akan sangat beragam. Singapura, Brunei, atau  negara yang berukuran  kecil sangat mungkin tidak mengenal istilah pembangunan daerah. Sebaliknya bagi  negara besar, seperti Indonesia atau Amerika Serikat perlu menetapkan definisi-definisi pembangunan daerah yang rinci untuk mengimplementasikan pembangunannya.
Dasar hukum penyelenggaraan pembangunan daerah bersumber dari Undang-Undang Dasar (UUD) Negara RI 1945 Bab VI pasal 18. Hingga saat ini, implementasi formal pasal tersebut terdiri tiga kali momentum penting, yaitu UU No 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan UU No 22 Tahun 1999 serta UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sebelum tahun 1974, bukan saja pembangunan daerah, pembangunan nasional juga diakui belum didefinisikan dan direncanakan secara baik. Implementasi pembangunan daerah berdasar UU No 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, terbukti sangat mendukung keberhasilan pembangunan nasional hingga Pelita VI tetapi juga mampu secara langsung melegitimasi kepemimpinan Presiden Suharto. Sementara UU No 22 Tahun 1999 yang diperbaiki dengan UU No 32 Tahun 2004 lebih merupakan koreksi-koreksi sistematis disebabkan oleh permasalahan struktural (sistemik) maupun dalam hal implementasi. Maka dari itu kami mencoba membuat suatu pemaparan mengenai pembangunan daerah dalam sebuah makalah yang berjudul “ Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah ”.

Rumusan Masalah
-          Mendeskripsikan pembangunan ekonomi daerah dan otonomi daerah provinsi jawa timur 2014
-          Apa faktor-faktor ketimpangan pembangunan otonomi daerah ?
-          Bagaimana pembangunan Indonesia bagian timur ?
-          Bagaimana teori dan analisis pembangunan ekonomi daerah ?

Tujuan Penulisan
-          Mengetahui pembangunan ekonomi daerah dan otonomi daerah provinsi jawa timur 2014
-          Mengetahui factor-faktor ketimpangan pembangunan otonomi daerah
-          Mengetahui pembangunan Indonesia bagian timur
-          Mengetahui teori dan analisis pembangunan ekonomi daerah

Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan dari makalah ini yakni sebagai acuan referensi dan bahan untuk belajar bagi rekan-rekan mahasiswa atau siapapun, serta untuk memperluas wawasan dan pengetahuan para pembaca tentang pembangunan otonomi daerah.



BAB II
ISI
PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR 2014
Pertumbuhan Ekonomi (PE) adalah ukuran keberhasilan yang umum digunakan; makin tinggi pertumbuhan ekonomi baik kinerja pembangunan suatu kabupaten/kota. Menurut data BPS pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2014 adalah 5,02% turun dari tahun 2013 yang mencapai 5,58%. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur adalah 5,86%, masih lebih tinggi dari Nasional, tapi tetap lebih rendah dari capaian tahun 2013, yang mencapai 6,08%. Bagaimana dengan Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang berjumlah 38? Akan dibahas dalam kajian ini.
Kajian pertumbuhan ekonomi Jawa Timur akan mengunakan pendekatan yang sedikit berbeda, yaitu melalui pembobotan tertimbang Rata-rata 3 tahun terakhir (2012-2014) dengan capaian tahun 2014 dibandingkan tahun 2013. Rata-rata 3 tahun terakhir mendapat bobot 75%, sedangkan capaian (selisih) tahun 2014 terhadap tahun 2013 mendapat bobot 25%.

Dengan cara pehitungan tersebut diperoleh hasil bahwa Kota Batu mendapatkan peringkat #1 dengan nilai relatif 34 atau naik dari posisi #4 tahun 2013. Pertumbuhan ekonomi rata-rata Kota Batu tiga tahun terakhir adalah 7,16% (peringkat #3, dengan nilai 36), capaian tahun 2014 adalah -0,35% (peringkat 13, nilai 26). Jika digabungkan hasilnya adalah (0,75)x(36)+(0,25)x(26) = 34.
Peringkat #2 ditempati oleh Kabupaten Pasuruan dengan nilai 33, jika dibandingkan dengan tahun 2013 naik pesat dari posisi #12. Menyusul di posisi #3 adalah Kabupaten Mojokerto dengan nilai 31, naik dari peringkat #16 di tahun 2013. Berikutnya adalah Kabupaten Gresik di peringkat #4 dengan nilai 30, turun dari peringkat #2 tahun 2013. Terakhir, di posisi #5 adalah Kota Surabaya. Tahun 2013, Kota Surabaya masih berada di posisi #1.
Yang tidak lagi masuk di 5 besar adalah Kabupaten Madiun dan Kabupaten Bojonegoro. Kabupaten Madiun tahun 2013 ada di peringkat #3, sekarang turun ke posisi #7. Sedangkan Kabupaten Bojonegoro turun dari peringkat #5 ke posisi #9. Jika diperhatikan lebih jauh, tahun 2014 semua Kabupaten/Kota di Jawa Timur mengalami perlambatan pertumbuhkan ekonomi, kecuali Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Malang, Kabupaten Jember dan Kota Kediri. Ini berarti secara umum, Kabupaten/Kota di Jawa Timur mengikuti tren yang terjadi secara nasional dan regional Jawa Timur. Ke-4 Kabupaten/Kota tersebut adalah perkecualian. Yang menarik adalah ke-4 Kabupaten/Kota tersebut mengalami kenaikan peringkat dari tahun 2013 ke tahun 2014. Sebagai contoh peringkat Kabupaten Malang naik dari posisi #22 ke posisi #12. Ini artinya, capaian tahun 2014 yang sangat menonjol dari ke-4 Kabupaten/Kota ini berkontribusi pada perbaikan peringkat.



FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETIMPANGAN PEMBANGUNAN DAERAH

Menurut Sjafrizal Beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan daerah antar wilayah menurut Sjafrizal yaitu :
1.        Perbedaan kandungan sumber daya alam
Perbedaan kandungan sumber daya alam akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat. Sedangkan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih kecil hanya akan dapat memproduksi barang-barang dengan biaya produksi lebih tinggi sehingga daya saingnya menjadi lemah. Kondisi tersebut menyebabkan daerah bersangkutan cenderung mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.
2.        Perbedaan kondisi demografis
Perbedaan kondisi demografis meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan. Kondisi demografis akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat setempat. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.
3.        Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa
Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi spontan. Alasannya adalah apabila mobilitas kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat di jual ke daerah lain yang membutuhkan. Akibatnya adalah ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.
4.        Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah
Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada suatu daerah dimana konsentrasi kegiatan ekonominya cukup besar. Kondisi inilah yang selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat.
5.        Alokasi dana pembangunan antar wilayah
Alokasi dana ini bisa berasal dari pemerintah maupun swasta. Pada sistem pemerintahan otonomi maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung lebih rendah. Untuk investasi swasta lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Dimana keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan kekuatan yang berperan banyak dalam menark investasi swasta. Keuntungan lokasi ditentukan oleh biaya transpor baik bahan baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha dan sewa tanah. Oleh karena itu investai akan cenderung lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan.


PEMBANGUNAN INDONESIA BAGIAN TIMUR

Hasil pembangunan ekonomi nasional selama pemerintahan orde baru menunjukkan bahwa walaupun secara nasional laju pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata per tahun tinggi namun pada tingkat regional proses pembangunan selama itu telah menimbulkan suatu ketidak seimbangan pembangunan yang menyolok antara indonesia bagian barat dan indonesia bagian timur. Dalam berbagai aspek pembangunan ekonomi dan sosial, indonesia bagian timur jauh tertinggal dibandingkan indonesia bagian barat.

Tahun 2001 merupakan tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan secara serentak diseluruh wilayah indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah diharapakan dapat menjadi suatu langkah awal yang dapat mendorong proses pembangunan ekonomi di indonesia bagian timur yang jauh lebih baik dibanding pada masa orde baru. Hanya saja keberhasilan pembangunan ekonomi indonesia bagian timur sangat ditentukan oleh kondisi internal yang ada, yakni berupa sejumlah keunggunlan atau kekeuatan dan kelemahan yang dimiliki wilayah tersebut.  Keunggulan wilayah Indonesia Bagian Timur  Keunggulan atau kekeuatan yang dimiliki Indonesia bagian timur adalah sebagai berikut: 
1.    Kekayaan sumber daya alam 
2.    Posisi geografis yang strategis 
3.    Potensi lahan pertanian yang cukup luas 
4.    Potensi sumber daya manusia
Sebenarnya dengan keunggulan-keunggulan yang dimiliki indonesia bagian timur tersebut, kawasan ini sudah lama harus menjadi suatu wilayah di Indonesia dimana masyarakatnya makmur dan memiliki sektor pertanian, sektor pertambangan, dan sektor industri manufaktur yang sangat kuat. Namun selama ini kekayaan tersebut disatu pihak tidak digunakan secara optimal dan dipihak lain kekayaan tersebut dieksploitasi oleh pihak luar yang tidak memberi keuntungan ekonomi yang berarti bagi indonesia bagian timur itu sendiri. 

Kelemahan Wilayah Indonesia Bagian Timur 
Indonesia bagian tinur juga memiliki bagian kelemahan yang membutuhkan sejumlah tindakan pembenahan dan perbaikan. Kalau tidak, kelemahan-kelemahan tersebut akan menciptakan ancaman bagi kelangsungan pembangunan ekonomi di kawasan tersebut. Kelemahan yang dimiliki Indonesia bagian timur diantaranya adalah: 
1.    Kualitas sumber daya manuasia yang masih rendah 
2.    Keterbatasan sarana infrastruktur 
3.    Kapasitas kelembagaan pemerintah dan publik masih lemah 
4.    Partisipasi masyarakat dalam pembangunan masih rendah

Tantangan dan Peluang 
Pembanguanan ekonomi di Indonesia bagian timur juga menghadapai berbagai macam tantangan, yang apabila dapat diantisipasi dengan persiapan yang baik bisa berubah menjadi peluang besar. Salah satu peluang besar yang akan muncul di masa mendatang adalah akibat liberalisasi perdagangan dan investasi dunia (paling cepat adalah era AFTA tahun 2003). Liberalisasi ini akan membuka peluang bagi IBT, seperti juga IBB, untuk mengembangkan aktivitas ekonomi dan perdagangna yang ada di daerahnya masing- masing.

TEORI DAN ANALISS PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
Ada beberapa teori yang menerangkan tentang pembangunan daerah yaitu:
1.        Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penetu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Proses produksi di sektor industri di suatu daerah yang menggunakan sumber daya produksi(SDP) lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku, dan output-nya diekspor menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan perkapita, dan menciptakan peluang kerja di daerah tersebut.
2.        Teori Lokasi
Teori lokasi juga sering digunakan untuk penentuan atau pengembangan kawasan industri di suatu daerah. Inti pemikiran teori ini didasarkan pada sifat rasional pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan setinggi mungkin dengan biaya serendah mungkin. Oleh karena itu, pengusaha akan memilih lokasi usaha yang memaksimumkan keuntungannya dan meminimalisasikan biaya usaha/produksinya, yakni lokasi yang dekat dengan tempat bahan baku dan pasar.
3.        Teori Daya Tarik Industri
Menurut Kotler dkk. (1997), ada beberapa faktor penentu pembangunan industri di suatu daerah, yang terdiri atas faktor-faktor daya tarik industri dan faktor-faktor daya saing daerah.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Didalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintaah Daerah memerlukan perencanaan yang akurat serta diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap pembangunan yang dilakukannya. Seiring dengan semakin pesatnya pembangunan bidang ekonomi, maka terjadi  peningkatan permintaan data dan indikator-indikator yang menghendaki ketersediaan data sampai tingkat Kabupaten/Kota. Data dan indikator-indikator pembangunan yang diperlukan adalah yang sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan




















0 komentar:

Posting Komentar